Aku punya beberapa teman yang main tinder dan nggak jarang dari mereka cerita soal kisahnya atau secara nggak langsung terdengar ke aku.
Ada yang dari Tinder akhirnya menemukan jodohnya yang tepat, padahal berawal dari iseng.
Ada yang dari Tinder ketemu yang match, eh malah dikenalin sama temannya si teman Tinder dan berjodoh sama temannya itu.
Ada yang kenalan dari Tinder, dekat, hamil duluan, trus akhirnya menikah.
Ada yang kenalan di Tinder sama pria yang ngakunya berusia 40 tahun, eh pas ketemu ternyata 60 tahunan.
Macam-macam, deh!
Tinder sekarang emang jadi salah satu aplikasi (atau mungkin juga bisa disebut media social) yang bisa mempertemukan orang dengan jodoh, pacar, teman akrab, atau malah relasi. Tapi nggak jarang aku dengar banyak yang ketipu dari Tinder. Sesepele ketipu kepribadian, wajah, atau umur yang direpresentasikan di Tinder ternyata aslinya zonk. Sama sekali nggak memenuhi ekspektasi.
Selain fenomena Tinder, ada lagi fenomena yang aku amati dan ini merebak banget sebagai tema cerita. Kisah gadis biasa ketemu pemuda tampan, mapan, dan rupawan.
Awalnya ya, kukira cerita Fifty Shades tuh orang banyak ´fokus´-nya di soal BDSM atau aspek psikologisnya. Ternyata ada banyak yang salfok dengan ´jual mimpi´-nya. Bayangan gadis sederhana dan B aja kayak Anastasia Steel yang tetiba ditaksir sama CEO kaya raya macam Christian Grey malah jadi fenomena baru. Coba kalian buka Wattpad deh. Ada berapa ribu cerita soal CEO dan gadis biasa? Buanyak banget! Padahal kalau di dunia nyata, kisah yang kayak gini hampir mustahil. Semacam too good to be true.
[irp posts=”519″ name=”Turn On, Kisah Cinta ‘Cinderella’ ala Wattpad”]
Lalu apa jadinya kalau Tinder disatukan sama fenomena cerita CEO-CEO-an ini? Wuah, banyak gadis terhalu-halu. Mungkin kalau aku menghadapi situasi begini, aku juga jadi salah satunya yang terhalu, sejenak, kemudian sadar lagi kalau hidup harus kerja keras bukan cuma mimpi. Kayak film dokumenter soal Tinder yang satu ini, The Tinder Swindler.
Tinder Swindler, Menjual Mimpi Indah Para Gadis
Aku salah satu pembaca/penonton yang ikutan terbaper-baper saat Anastasia Steel dijemput sama helikopter dan diajak keliling lihat langit di malam hari trus dibawa ke apartemen mewahnya Christian Grey. Ada pria tampan, mapan, rupawan yang mau manjain kita (walaupun kalau Christian mah kan ada maunya) siapa yang nggak meleyot coba?
Kayaknya Simon Leviev terinspirasi dari situ deh. Sosoknya tampan untuk ukuran laki-laki. Badannya juga bagus. Di profilnya, dia memperkenalkan diri sebagai anak dari pemilik perusahaan berlian di Israel, Lev Leviev. Yah, semacam crazy rich lah. Wira-wiri ke berbagai belahan dunia untuk vakansi, membangun relasi, dan berbisnis dengan jet pribadi. Lalu dibalut dengan baju dan aksesoris dari brand ternama. Gonta-ganti mobil mewah dalam kurun waktu singkat. Daaaann, janji manis serta bujuk rayu maut yang bikin perempuan klepek-klepek. Siapa cobak yang enggak tergoda?
Adalah Cecilie Schrøder Fjellhøy, perempuan pertama yang menceritakan kisahnya. Dia bertemu Simon berkat ‘match’ dengan Simon di aplikasi. Setelah dihujani kata-kata romantis via online, perempuan yang bekerja di bidang IT ini pun bertemu langsung dengan Simon. Kesan pertama yang tampan, mapan, dan rupawan membuat Cecilie makin jatuh cinta. Apalagi di pertemuan pertama, dia diantar dengan Rolls Royce. Berasa gadis biasa yang tiba-tiba dijemput sama pangeran berkuda putih.
Perjalanan cinta Cecilie dengan Simon berlanjut. Ia diajak vakansi menggunakan jet pribadi. Pesta dan gemerlapnya kemewahan selalu ditampilkan Simon. Apalagi dia selalu mengatakan bahwa selain sering bepergian untuk bisnis, Simon juga punya kehidupan eksklusif. Ia selalu dikawal bodyguard karena banyak musuh bisnisnya yang bisa menyerang kapan saja.
Selain Cecilie, ada juga Pernilla Sjoholm yang juga bertemu dengan Simon di Tinder. Berbeda dengan Cecilie yang dijadikan pacar, Pernilla hanya berniat mencari relasi di Tinder. Jadi, hubungannya dengan Simon adalah sahabat dekat. Walaupun begitu, Simon memperlakukannya dengan sangat baik. Mengajak Pernilla vakansi dengan jet pribadi, pesta, hingga kehidupan mewah semuanya disediakan oleh Simon. Simon bahkan nggak ragu memperkenal sang pacar pada Pernilla. Mereka berdua jadi bestie banget.
Yang ketiga ada Ayleen Charlotte. Perempuan asal Praha ini juga bertemu Simon dengan ‘modus’ yang sama. Bahkan setelah ditelisik, timeline saat Simon ‘berpacaran’ dengan Ayleen juga bersamaan dengan saat Simon membawa Cecilie untuk vakansi bersamanya.
Baik Cecilie, Pernilla, atau Ayleen terkena modus penipuan yang sama. Simon mengirimi mereka foto sang bodyguard yang kepalanya terluka karena diserang musuhnya. Simon juga berkata, semua rekening dan kartu kreditnya dibekukan sehingga ia kesulitan dana. Ia pun meminta para perempuan ini untuk mengirimkan uang. Awalnya sedikit lama-lama dengan kemampuan manipulasinya ia meminta lagi dan lagi.
Memanfaatkan hubungan emosional dengan para perempuan ini, Simon meminjam uang dari mereka hingga milyaran rupiah. Saat para perempuan ini mengaku kehabisan dana, ia akan meminta mereka untuk upgrade pinjaman dengan segala upaya. Cecilie bahkan sampai meminjam pada 9 kreditur hanya untuk memberi dana pada Simon.
Hingga akhirnya setelah banyak dana dikeluarkan, para perempuan ini makin curiga. Simon makin susah dihubungi, tidak sebaik sebelumnya, tidak menepati janji untuk membayar, sampai akhirnya menghilang. Jangan tanyakan betapa stresnya para perempuan ini, apalagi mereka terlilit uang yang tidak sedikit.
Cecilie dikejar 9 kreditur dan hampir depresi hingga akhirnya menemui psikiater. Namun Cecilie pula yang melaporkan kasus Simon ini pada media. Pernilla bersama wartawan mendatangi Simon untuk menagih hutangnya. Sementara Ayleen yang jadi perempuan terakhir sebelum akhirnya Simon ditangkap, memiskinkan Simon, dan nekat mengambil barang-barang branded Simon untuk membayar hutang.
Endingnya Simon memang ditangkap sih. Tapi sayangnya bagi korban bahkan aku yang nonton tetap aja kecewa. Kenapa? Tonton aja sendiri lah ya!
Hal-Hal yang Bisa Dipetik
Pernah nonton film Catch Me If You Can yang dibintangi Leonardo Dicaprio? Nah, Simon tuh mirip dengan tokoh utama film itu. Dia licik dan licin. Dia adalah gaslighter dan manipulator. Yang dimanipulasi adalah perasaan para perempuan. Kalau sudah masuk perangkap dan kejebak, bisa apa?
Apalagi untuk kasus Simon ini, penipuan, yang udah jelas korbannya akan sangat sulit buat mendapatkan kembali apa yang udah diambil oleh Simon. Ya bayangin aja, calon jamaah umroh yang ditipu First Travel aja uangnya nggak balik, gimana ini yang ngasih uang langsung ke Simon tanpa sadar dia dimanipulasi. Pihak kreditur yang minjamin uangnya ke korban pun akan bingung.
Nggak banyak hal teknis yang bisa dikomentari dari film ini sih karena basic-nya emang dokumenter. Ya seperti halnya film dokumenter biasa, duduk, wawancara, dan reka adegan untuk memperjelas plot.
Tapi aku justru melihat banyak pelajaran yang bisa dipetik dari film ini, khususnya buat perempuan.
1. Cinta (katanya) memang tak ada logika, tapi paling tidak sisakan sedikit saja
Muda, kaya raya, setiap hari sibuk berpindah negara untuk bekerja, tapi masih sempat buat main tinder, how come? Kayak nggak masuk akal aja di otakku. Karena orang yang benar-benar sibuk, sekelas artis atau pengusaha sekalipun banyak yang sampe nggak sempat pegang hape. Boro-boro tinderan, bikin akun social media atau posting aja mereka nggak sempat atau malah ada yang nggak bisa. Ya karena saking sibuknya.
Lha ini Simon diceritaian sibuk buanget, anak milyuner pemilik perusahaan diamond, tiap hari aja pindah negara, tapi ya kok sempat-sempatnya main tinder.
Istilahnya, kalau mau cewek yang cantik buat main-main aja dia bisa dapatkan pakai cara dari yang bersih sampai kotor sekalipun dengan uang (dan bahkan kekuasaan). Lha ini dia main Tinder. Kalaupun mau nyari jodoh, kamu yakin milyuner nyari jodoh di Tinder? Yuk bangun yuk, boleh banyak baca webtoon, nonton drama, atau baca cerita Wattpad tapi itu sebatas cerita. Jangan dibawa ke dunia nyata.
Jatuh cinta kata Agnez Mo kan emang bikin kita tak ada logika. Tapi plis sisakan dikit aja, jangan dihabisin semua. Biar kita bisa mikir realistis.
2. Buat Batasan pada Orang yang Kita Kenal di Media Sosial
Nggak ada salahnya kita buat batasan sampai mana kita membiarkan orang yang kita kenal dari social media masuk ke hidup kita. Ya gimana, sama orang sekitar yang sudah kita kenal betul dalam dunia nyata aja tetap harus set boundaries, masa iya orang asing yang kita kenal dari antah-berantah open begitu saja. Apalagi kalau sudah soal masalah uang.
Di sini karena setting-nya Eropa dengan kehidupan bebasnya, soal seks dan hubungan fisik memang tak ada batasan. Kalau di Indonesia yang masih tabu masalah beginian tentunya batasan harus lebih ketat lagi. Gimana kalau orang asing yang kita kenal ternyata hanya memanfaatkan untuk keuntungan seksual. Tambah ngeri lagi kan? Pahit-pahitnya, hamil trus dia kabur. Hancurlah sudah masa depan.
Makanya, set boundaries untuk orang asing. Iya, emang ada beberapa orang yang beruntung ketemu jodoh di social media. Tapi apa iya kamu langsung optimis ketika ketemu orang asing dengan yakin “Dialah jodohku” sepenuhnya? Nggak kan?
3. Yang Too Good to Be True Patut Dicurigai
Punya mimpi boleh, tapi halu jangan. Itulah kenapa kita patut curiga kalau lihat orang yang sepertinya sempurna karena kalaupun ada presentasenya sangat dikiiiittt. Karena hakikatnya orang yang sempurna itu nggak ada. Jadi ingat deh, aku nulis ini pas banget sama berita banyak ‘crazy rich’ yang jadi tersangka karena terlibat judi online berkedok trading. Padahal kalau sebelumnya dilihat hidup mereka sempurna banget.
Lihat yang tampan, mapan, dan rupawan orang mana sih yang nggak meleyot. Tapi balik lagi, akal sehat harus tetap on. Sering kan lihat kehidupan artis di social media atau Youtube-nya yang terkesan sempurna banget? Eh ternyata di balik itu dia menyimpan bara depresi. Atau sering kan lihat relationship publik figur yang goals banget, ehhh habis itu ternyata dia cerai dengan sebab yang nggak pernah kita kira sama sekali.
Ya itulah, banyak orang yang ingin menampilkan kesempurnaan padahal mereka hanya menutupi kekurangan. Kayak si Simon ini. Kekurangan duit, ditutupi dengan wajah tampan, foto-foto mewah di banyak negara, dan gaya hidupnya yang seolah wah banget. Padahal mah semuanya tipu-tipu.
4. Perempuan sebagai Korban Rawan Disalahkan
Katanya cewek nggak pernah salah, tapi kalau ada kejadian kenapa cewek yang selalu disalahkan?
Ada pelecehan seksual, cewek yang notabene jadi korban selalu disalahkan.
Ada perselingkuhan dalam rumah tangga, nggak jarang istri selalu disalahkan.
Ada perceraian, pihak perempuan bukan cuma jadi korban tapi juga sering disalahkan.
dsb dsb…
Sama halnya dengan kasus The Tinder Swindler ini. Setelah Cecilie membuka kasusnya ke pers dan BOOM jadi berita viral, dia sebagai korban banyak dapat hate comment. Yang dibilang bodoh lah, yang halu lah, yang mimpinya ketinggian lah, dll. Pokoknya Cecilie serbasalah. Speak up salah, kalau nggak speak up tambah salah lagi karena dia abai sama Simon yang notabene penipu.
Sampai akhirnya semua hilang fokus. Simon yang jahat dan manipulatif malah tertutup sama sosok perempuan-perempuan yang ditipunya. Padahal kejadian ini terjadi ya bukan karena kesalahan satu orang. Simon yang udah manipulatif punya segala cara agar tujuannya tercapai, dari memanipulasi emosi sampai jadi seorang gaslighter. Well, kita menyalahkan Cecilie dan para perempuan ini padahal mereka korban. Karena penjahat yang sebenarnya ya Simon.
5. Hati-Hati dengan Sesuatu yang Instan
Termasuk relationship dan perasaan cinta yang instan. See, Simon adalah contohnya? Logisnya adalah gimana bisa orang jarang ketemu, lebih banyak berinteraksi lewat online/gadget, tapi bisa semendalam itu cintanya dan langsung ngasih kesenangan di depan mata.
Semua ini mengingatkanku sama kasus crazy rich dadakan yang kemarin-kemarin hidupnya mewah dan terekspose tapi tiba-tiba hari ini ditahan sama Bareskrim trus terancam dimiskinkan. Well, nggak ada yang instan terutama soal kekayaan, status sosial, dan perasaan.
Aku nggak ngerti kondisi di luar negeri kayak gimana tapi di Indonesia sendiri aku yakin banyak yang main Tinder tapi tetap aware. Dalam artian, nggak langsung mabuk cinta karena ketemu pangeran yang berkuda putih, padahal kudanya nyewa mana nggak bayar lagi sewanya, wkwkwk. Karena kasus penipuan dari medsos ini udah banyak banget di Indonesia.
Simon adalah pelajaran yang kita sebagai wanita patut waspadai. Banyak yang kecewa sama ending film dokumenter ini termasuk ending si Simon. Tapi yang aku petik justru bukan endingnya. Film ini memberi gambaran ke kita bahwa kita, perempuan, bisa jadi mangsa seorang Simon Leviev atau Simon-Simon lain di luar sana dengan modus yang sama atau lebih variatif.
Film ini kayak mau ngasih awareness ke kita. Bukan hanya menggambarkan kisah cinta Simon dan para wanitanya atau gimana akhir petualangan Simon. Nggak. Bukan itu.
So, buat kalian khususnya perempuan single yang lagi selow, aktif main Tinder atau suka kenalan sama lawan jenis via medsos, kudu banget nonton dokumenter ini. Biar kalian tetap aware dan tetap berlogika saat perasaan berbunga-bunga karena dihujani kata-kata mesra.