Dalam suatu episode acara Tonight Show NET TV, Vincent Rompies pernah bilang bahwa Chacha (Natasha Rizki) kalau Miguel, anak ketiganya, sudah besar pasti akan seperti Olla Ramlan dan Sean yang bak kakak adik. Kemudian dia bilang, sementara itu Desta udah mati.
Terserah gimana respon kalian, tapi jujur saat itu aku ngakak sih.
Pernyataan Vincent Rompies itu kesannya kayak “Kok kejam banget sih ngomongnya”, tapi ya itu memang realita pernikahan dengan age gap (kesenjangan umur) yang besar. Desta dan Natasha Rizki berbeda 16 tahun. Itu artinya saat Chacha umur 40 tahun, Miguel umur 15 tahun, sementara Desta berumur 56 tahun, umur yang ‘umum’ bagi orang meninggal.
Percintaan dengan kesenjangan usia memang banyak perbedaannya. Tapi toh di dunia nyata banyak yang menjalaninya. Punya jurang perbedaan besar bukan berarti tak bisa bersatu, kan? Kayak drama yang satu ini, Dating In The Kitchen.
Sinopsis Dating In The Kitchen
Judul: 我喜欢你/ Wo Xi Huan Ni / Dating in The Kitchen / Dapur Romantis / Like You / I Like You / This is Not What I Expected / Finally Wait For You
Genre: Makanan, Komedi, Romantis
Negara: China
Sutradara: Chen Chang
Produser: Zhang Na
Penulis Naskah: Zhao Xiao Lei
Rumah Produksi: Tencent Penguin Pictures, Straw Bear, O-Ranger
Gu Sheng Nan (Zhao Lusi) adalah koki termuda di Hotel Bauhinia. Di hari ia diangkat sebagai koki, ia justru dipecat karena memasak nasi goreng tidak pada tempatnya sehingga menyebabkan kebakaran hebat di dapur. Sialnya, hari itu pula seorang CEO yang akan jadi investor Hotel Bauhinia datang secara khusus, melihat langsung kebakaran, bahkan memadamkannya. Kebakaran dapur ini menyebabkan harga hotel terancam menjadi turun. Gu Sheng Nan sebagai ‘tersangka utama’ pun dipecat hari itu juga.
Sementara itu CEO yang akan mengakuisisi hotel, Lu Jin (Lin Yushen), adalah seorang foodie dan sangat perfeksionis. Kebiasaannya adalah tinggal beberapa hari di hotel yang akan diakuisisinya. Seorang foodie yang perfeksionis ini ternyata nggak cuma kecewa sama kesan pertamanya pada hotel, tetapi juga masakan Hotel Bauhinia yang sama sekali nggak cocok di lidahnya. Hingga akhirnya ia ‘klop’ dengan menu kuncian yang terakhir dihidangkan yaitu nasi goreng tamparan buatan Gu Sheng Nan.
Karena ‘jasa’-nya memperbaiki kembali mood Lu Jin dengan makanan, Gu Sheng Nan pun ditarik kembali menjadi koki hotel. Bahkan, job desk-nya khusus memasak makanan untuk Lu Jin. Namun rupanya keberadaan Sheng Nan di dekat Lu Jin justru menciptakan kesialan-kesialan baru bagi Lu Jin, dari membuat mobil Ferari-nya penuh tepung bakmi sampai menyebabkan Lu Jin masuk rumah sakit akibat kepalanya terkena lemparan botol Sheng Nan.
Sheng Nan pun diharuskan membayar ganti rugi dengan memasak setiap hari bagi Lu Jin. Ada istilah dari mata turun ke perut lalu naik ke hati, inilah yang terjadi dengan Lu Jin dan Sheng Nan. Dari pertemuan setiap hari inilah akhirnya benih-benih rasa suka mulai bersemai. Tapi karena banyak perbedaan mencolok dari segi usia, strata sosial, hingga gaya hidup membuat cinta mereka tidak mudah untuk dipersatukan. Lalu bagaimana pasangan ‘paman’ dan ‘keponakan’ ini memperjuangkan cinta mereka?
Review Dating In The Kitchen
Drama China ini adalah drama yang pertama aku review di blog ini. Alasannya sepele, karena aku susah move on dari drama ini. Drama yang sampai sekarang bahkan masih sering kudengarkan soundtracknya, kutonton ulang episode-episodenya, hingga kuputar kembali cuplikan-cuplikannya di Youtube. Pokoknya susah move on banget.
Drama ini sepertinya hadir di momen yang tepat, saat aku butuh ketawa. Komedinya di episode-episode awal drama membuatku tertawa saat sendirian menonton di malam hari. Episode-episode awal drama ini memang akan dipenuhi dengan adegan komedi kala pertemuan Lu Jin dan Gu Sheng Nan yang bak ‘Tom & Jerry’. Belum lagi sinematografi apiknya di setiap scene Gu Sheng Nan memasak. Rasanya aku jadi ikutan lapar.
Drama ini diadaptasi dari novel yang berjudul Finally I Got You dan pernah difilmkan dengan judul This is Not What I Expected yang dibintangi Takeshi Kaneshiro. Aku bahkan belum pernah baca novel atau nonton filmnya, jadi nggak punya perbandingan sama sekali apakah ceritanya lebih bagus atau nggak. Tapi yang pasti nonton ini bikin aku susah move on, temanku yang kurekomendasikan untuk menonton pun merengek karena mengalami hal yang sama.
Zhao Lusi yang cantik, pengambilan gambar yang estetik, Lin Yu Shen yang manly banget, jalan cerita yang ringan, komedi yang nggak slapstik, chemistry antar pemain utama yang aduhai bikin lutut gemetar, sampai soundtrack yang enak banget buat didengarkan lagi dan lagi apalagi banyak yang berbahasa Inggris jadi faktor yang membuat drama ini terus melekat. Cerita ini temanya memang tentang age gap relationship, tapi suer deh chemistry antara pemain utama bikin sama sekali nggak mikir kalau mereka berbeda 15 tahun di drama dan 18 tahun di dunia nyata.
Konfliknya juga nggak ‘mbulet’ dan penyelesaiannya cepat sehingga bikin deg-degan di setiap konflik selesai akan muncul konflik baru apalagi nih?
Satu hal yang bikin aku ketagihan nonton adalah karakter Lu Jin yang manly, sedikit belagu, pekerja keras, dewasa, ngemong, dan sayang banget sama Nan. Lu Jin besar dengan seorang ibu pekerja keras yang ditinggal ayahnya menikah dengan laki-laki lain. Ia dan sang ibu pindah ke Swiss saat Lu Jin masih kecil. Ibunya membangun sendiri bisnisnya di bidang perhotelan hingga akhirnya bisa membangun kerajaan bisnis dengan Lu Jin sebagai CEO bertangan dingin.
Karakter Lu Jin ini konsisten dari awal sampai akhir. Gesture, nada bicara, ekspresi wajah, kematangan berpikir, dan tindakannya betul-betul menggambarkan karakter yang mature dan ‘laki’ banget. Belum lagi royal banget sama pacarnya karena tajir melintir. Sosok Lu Jin ini menjual mimpi banget dan bisa bikin dedek-dedek gemes jadi bermimpi punya sugar daddy kayak dia deh.
Lu Jin bisa benar-benar terlihat sayang saat di depan Nannan, garang saat jadi bos, kayak bayi kelaparan saat lihat makanan enak, dan pandai mengontrol amarah saat emosi. Karena selama ini yang aku sering lihat karakter laki-laki di drama-drama negara Asia Timur kebanyakan soft, flower boy, sehingga terkesan kurang manly. Tapi yang ini beda dan Lin Yu Shen bisa menampilkannya dengan baik.
Sementara itu Nannan diceritakan sebagai gadis yang periang, pintar memasak, ramah, punya banyak teman, dan disukai banyak tetangganya. Ia dari kecil tinggal bersama sang kakek yang juga punya kedai makanan. Makanya nggak heran kalau Nannan sangat pintar mengolah bahan makanan.
Sayangnya, karakter Sheng Nan yang ceria, polos, dan imut ini rada berubah di episode-episode terakhir dan ini sedikit bikin aku mengernyitkan dahi. Plot dan karakter Nannan kok agak dragging ya? Memang sih ada komentar yang bilang “Ya begini risiko kalau macarin yang usianya jauh lebih muda, masih kekanakkan” tapi bagiku tetap aneh karena karakter Nan justru seolah dibelokkan. Nannan menjadi terkesan kekanakkan dan mudah dihasut. Selain itu, kita sudah nggak bisa lihat skill memasak Nannan di atas episode 10 padahal judul dramanya saja “Dating in The Kitchen” alias “Dapur Romantis” yang kukira akan melihat makanan enak dan adegan memasak di sepanjang episode-nya.
Masuknya Lu Zheng, adik tiri Lu Jin di paruh terakhir drama juga nanggung banget, malah kesannya jadi ganggu. Apalagi di episode 15 ke atas drama yang tadinya ber-genre romantic comedy kayak berubah jadi melodrama. Sudah mah nggak bisa lihat Nannan beraksi di dapur lagi, scene-scene-nya pun banyak yang bikin sedih dan emosi jiwa.
Sama halnya dengan kebanyakan Drama China, Dating in The Kitchen juga punya side story alias cerita cinta dari second couple. Tapi entah mengapa cerita dari couple Meng Xienjie yang merupakan asisten pribadi Lu Jin dan Celine Xu yang juga teman Nannan menjadi begitu ganggu, nggak romantis, dan nggak mencuri perhatian sama sekali. Makanya sering aku skip pas adegan mereka.
Lalu aku juga pernah lihat komentar soal Ibu Lu Jin yang karakternya terkesan irritating banget padahal menurutku ya itulah karakter khas ibu-ibu Asia. Walaupun Lu Jin dan ibunya diceritakan tinggal lama di Swiss, tapi toh darah mereka Tiongkok. Urusan jodoh anaknya, apalagi anak laki-laki dan satu-satunya, ibu-ibu di Asia biasanya turut campur buat melihat bibit, bebet, dan bobot calon istri putranya. Familiar banget dan mengingatkanku sama ibunya Nick di Crazy Rich Asian.
Hal lain yang aku suka dari drama ini adalah kostum. Kostum Nannan terlihat bagus dan sesuai usianya yang diceritakan 21 tahun. Zhao Lusi emang udah cantik sih diapain juga, tapi kalau nggak pas kasih kostum dia bisa terlihat tua atau jomplang banget dengan sosok Lu Jin. Sementara itu, Lu Jin, aura, gesture, dan segala yang ada di sekitarnya menunjukkan kalau dia emang benar-benar dari kelas atas.
Adegan romantis drama ini pun nggak cheesy dan cringe. Bahkan menurutku terlihat deep, hot, intense, dan nagih buat ditonton karena pas dilihat tuh seolah aku bisa merasakan gimana saling cintanya mereka. Benar-benar age gap-nya nggak kelihatan. Konon malah banyak adegan yang dipotong karena terlalu hot dan kena sensor badan lembaga di China sana. Padahal aku pengen lihat gimana membaranya cintanya Paman Lu sama Nan, uuwww!
Last but not least, drama ini boleh banget ditonton saat lagi butuh hiburan atau ketawa walaupun pas adegan sedihnya juga bikin aku nangis sih.
Oh ya, yang paling aku suka dari drama ini adalah saat Lu Jin ngomong Bahasa Inggris. Aksen dan suaranya itu lhoooo, duh. Apalagi pas bilang “Thank you so much sweetie”, meleleh hati adek, Om!
Hahahahahaha.